JAKARTA - Komisi VI DPR berpandangan bahwa koperasi berperan penting dalam membentuk ekonomi rakyat, karena selaras dengan budaya komunal bangsa Indonesia.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi VI DPR Fraksi Golkar, Ahmad Labib, dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk "RUU Perkoperasian Perkuat Peran Koperasi Sebagai Pilar Ekonomi" di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa, 24 Juni 2025.
"Cita-cita pendirian koperasi bentuk ekonomi koperasi itu oleh para pendiri bangsa kita ini memang dianggap sebagai bentuk yang paling cocok dengan budaya kegotongroyongan bangsa Indonesia, masyarakat Indonesia," kata Labib.
Menurutnya, ekosistem ekonomi berbasis koperasi sangat relevan dengan nilai-nilai kolektif masyarakat Indonesia. Namun, ia menyoroti adanya kecenderungan koperasi disisihkan oleh skema seperti BUMDes yang dalam praktiknya kerap melahirkan elitisme baru.
"Kecenderungan BUMDes itu nanti menurut saya ketika dia membesar dan sukses itu ada kecenderungan membentuk oligarki baru di level desa. Karena BUMDes itu pengelolaannya mengikuti undang-undang PT undang-undang CV yang pengelolaannya dan keikutsertaan serta kontribusinya itu terbatas buat masyarakat yang mengelola ya segelintir elite desa," ungkap Labib.
Legislator Golkar ini pun menyoroti masalah internal dalam tubuh koperasi itu sendiri. Banyak koperasi, kata Labib, dikendalikan oleh segelintir pemodal, bukan oleh anggotanya secara kolektif sebagaimana prinsip koperasi.
"Koperasi yang seharusnya itu menjadi milik bersama masyarakat itu ternyata ada di belakang, ada aktornya di belakang siapa ini orang yang punya modal yang dalam bahasa koperasi mitra tapi sebenarnya dia yang mengendalikan banyak koperasi," ujarnya.
Labib mengaku prihatin terhadap koperasi yang hanya menjalankan usaha simpan pinjam tanpa inovasi model bisnis sehingga kalah bersaing di lapangan. Bahkan, ada koperasi yang justru bersaing dengan pelaku usaha kecil di sekitarnya.
Dalam diskusi bersama Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono, Labib memperingatkan agar program Koperasi Desa Merah Putih yang digagas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tidak menciptakan monopoli baru.
Ia berharap jangan sampai koperasi mengambil alih semua lini bisnis di desa atas nama identitas koperasi. Menurutnya, koperasi harus jadi penghubung UMKM hingga toko kelontong yang membutuhkan.
Labib juga berbagi pengalaman mengenai organisasi masyarakat (ormas) yang mengambil alih seluruh kegiatan ekonomi warganya melalui badan usaha milik ormas, yang berujung pada matinya ekonomi warga itu sendiri.
Ia juga menyoroti pentingnya kualitas SDM dalam membangun koperasi yang sehat. Ia menyarankan agar Satgas Koperasi Merah Putih menggandeng kampus untuk menyiapkan kader muda dari desa-desa yang mampu mengelola koperasi secara profesional.
"Satgas Koperasi Merah Putih itu bekerja sama dengan kampus-kampus mahasiswa itu kan kebanyakan dari desa-desa ini perlu kader yang bisa mengelola koperasi, kalau diserahkan kepada kepala orang tua aduh, alamat Pak," jelasnya.
Lebih jauh, Labib menggarisbawahi bahwa legalitas koperasi harus disertai kesiapan ekosistem: SDM, budaya, regulasi, dan supply chain. Menurutnya, kalau tidak disiapkan dengan matang, koperasi desa hanya akan jadi museum baru.
"Perlu betul-betul disiapkan kalau tidak ini jangan sampai menjadi museum baru, cita-citanya luar biasa luar biasa menurut saya," pungkasnya. I rm
COMMENTS