PARIS - Popularitas Presiden Prancis Emmanuel Macron anjlok ke titik terendah sepanjang masa, dengan tingkat persetujuan publik kini hanya 11 persen, menurut survei terbaru yang diterbitkan Le Figaro pada Kamis, 30 Oktober 2025.
Awal bulan ini, Macron selamat dari upaya pemakzulan meski menghadapi tuduhan sebagai penyebab krisis politik yang kian dalam di Prancis. Selama dua tahun terakhir, pemerintahannya tidak memiliki mayoritas di parlemen, situasi yang berawal dari keputusannya membubarkan Majelis Nasional pada Juni 2024.
Keputusan tersebut, yang muncul setelah kekalahan partainya dalam pemilihan Parlemen Eropa, dinilai sebagai langkah berisiko tinggi yang justru menjadi bumerang. Parlemen kini terpecah dan tidak stabil, membuat banyak agenda legislatif pemerintah terhambat.
Sejak menjabat pada 2017, Macron telah menyaksikan tujuh perdana menterinya mundur satu per satu, mulai dari Edouard Philippe, Jean Castex, hingga Francois Bayrou. Perdana menteri saat ini, Sebastien Lecornu, bahkan sempat mengundurkan diri pada Oktober lalu akibat perpecahan di parlemen terkait rancangan anggaran negara. Ia kemudian diminta kembali menjabat oleh Macron untuk menjaga stabilitas pemerintahan.
Tingkat dukungan 11 persen ini menyamai rekor terendah yang pernah dicapai mantan Presiden Francois Hollande pada akhir 2016, tepat sebelum ia memutuskan tidak mencalonkan diri lagi untuk masa jabatan kedua.
Menurut lembaga survei Verian Group, yang mewawancarai seribu responden, Macron kini sejajar dengan Hollande sebagai presiden Prancis paling tidak populer sejak lembaga survei mulai melacak opini publik pada awal 1970-an.
Penurunan ini juga terlihat konsisten dalam survei sebelumnya. Pada Januari 2025, tingkat kepuasan publik terhadap Macron masih 21 persen. Sebulan lalu, angkanya turun menjadi 15 persen, dengan 80 persen responden menyatakan sudah tidak percaya pada kepemimpinannya. I rm

COMMENTS