JAKARTA - KPK telah mengembalikan uang Rp 883 miliar yang diperoleh hasil rampasan kasus investasi fiktif PT Taspen ke negara. KPK menyebutkan korupsi dana pensiun menjadi salah satu kasus paling miris.
"KPK memandang korupsi pada dana pensiun adalah salah satu kejahatan yang paling miris karena korbannya adalah kelompok masyarakat yang telah mengabdi puluhan tahun kepada negara," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).
Asep bercerita bahwa orang tuanya merupakan pensiunan pegawai negeri. Dia menyebutkan dana pensiun merupakan salah satu pemasukan bagi pensiunan pegawai negeri dalam menghidupi keluarganya.
"Ketika orang tua saya pensiun dan orang tua saya bekerja di kecamatan nun jauh di sana, di pedalaman, uang ini sangat berharga sehingga bisa digunakan untuk kembali menjadi modal usaha dan ini sangat menolong. Dan ketika terjadi dikorupsi tentu sangat miris," ujar Asep.
KPK meminta ada perbaikan pengelolaan dana pensiun yang dilakukan PT Taspen setelah kasus investasi fiktif itu terungkap. Menurut Asep, tiap rupiah yang dikorupsi berdampak pada masa tua hidup pegawai negeri.
"Kami sangat berharap pengelolaan ke depan bisa lebih transparan dan bisa menghasilkan berkembangnya ekonomi dan memberikan sesuatu yang lebih baik lagi kepada rekan-rekan ASN. Setiap rupiah yang dikorupsi artinya merenggut penghidupan masa tua ASN se-Indonesia bersama keluarganya," tutur Asep.
"Jika dikonversi nilai Rp 1 triliun itu setara membayar 400 ribu gaji pokok ASN," sambung Asep.
Hari ini KPK memamerkan aset korupsi yang berhasil dirampas terkait kasus investasi fiktif PT Taspen. Nilai uang yang dirampas untuk negara mencapai Rp 883.038.394.268.
Uang rampasan itu dipamerkan di ruang konferensi pers Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Tumpukan uang tersebut terdiri dari pecahan Rp 100 ribu.
Penyidikan kasus investasi fiktif PT Taspen telah bergulir di KPK. Awalnya dua orang ditetapkan tersangka dalam kasus ini, yaitu Dirut Taspen Antonius NS Kosasih (ANSK) dan mantan Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto (EHP).
Kosasih telah divonis 10 tahun penjara. Hakim menyatakan Kosasih bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus investasi fiktif yang merugikan keuangan negara Rp 1 triliun.
Ekiawan Heri Primaryanto divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Hakim menyatakan Ekiawan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus korupsi investasi fiktif yang melibatkan PT Taspen Persero.
Hakim juga menghukum Ekiawan membayar uang pengganti USD 253,660. Hakim mengatakan jika harta benda Ekiawan tidak mencukupi membayar uang pengganti itu, akan diganti dengan 2 tahun kurungan.
Penyidikan kasus itu lalu berkembang dan KPK menetapkan PT IIM sebagai tersangka korporasi. Penetapan ini merupakan pengembangan dari penyidikan korupsi terkait dengan penyimpangan investasi pada PT Taspen yang dikelola oleh manajer investasi PT IIM. I det

COMMENTS